Minggu, 31 Mei 2009

True love

Percayakah kau pada cinta sejati. Aku percaya hal itu. Di dunia ini ada satu cinta sejati pada setiap manusia. Hanya tergantung apa kita merasakan atau melihat cinta sejati. Aku percaya bahwa di dunia ini hanya ada satu cinta sejati. Aku percaya suatu saat aku akan menemukannya.
Aku berlari dengan kencang mengejar bemo yang baru melintas. Itu pertama kali aku melihat wajah gadis itu, walau begitu aku yakin gadis itu adalah cinta sejatinya. Tapi aku tidak berhasil mengejar bemo tersebut.
“Sial!” makiku dengan kesal. “Padahal tinggal sedikit lagi.”
“Ada apa?” Tanya Marco, temanku yang kebetulan lewat dan melihat aku.
“Hai, co!” sapaku yang senang melihatnya. “Kamu tahu! aku baru melihat cinta sejatiku. Dia benar-benar gadis yang diciptakan untukku.”
“Bagaimana kamu tahu kalau itu cinta sejatimu?” tanya Marco tidak percaya. Marco adalah salah satu orang yang tidak percaya dengan ceritaku.
“Aku yakin dialah yang diciptakan untukku. Sekali melihatnya hatiku dan jantungku bisa merasakan bahwa dialah satu-satunya gadis yang aku cintai.”
“Kamu pasti sudah gila. Bagaimana bisa tahu hanya dengan sekali lihat? Lagian kamu kan tidak tahu siapa dia?”
“Walau otakku tidak mengenalinya, hatiku mengenalinya. Aku yakin 100 persen kalau dialah cinta sejatiku,” ujarku dengan yakin.
“Masa bodoh,” ujar Marco sambil meninggalkan aku sendirian.
“Hei, kamu tidak percaya ya!” aku berusaha mengejar Marco yang sudah mengayuh sepedanya.
“Aku tidak akan pernah percaya,” jawab Marco sambil terus mengayuh tidak mempedulikan aku yang berlari di samping sepedanya.
“Percayalah! Aku akan buktikan padamu,” tegasku.
“Sudahlah Josh! Mana mungkin kamu bisa bertemu dengannya lagi. Apa kamu pikir dunia ini kecil? Kebetulan hanya datang sekali. Lupakan saja gadis itu. Di dunia ini tidak ada gadis yang hanya diciptakan untukmu. Hentikan mimpimu!” nasehat Marco.
“Tidak akan!” ujar Josh mantap. “Jika dia memang jodohku dia akan muncul di hadapanku. Jika bukan maka selamanya aku tidak akan melihatnya lagi. Tapi jika dia muncul di hadapanku secara kebetulan sekalipun, kamu harus percaya kalau cinta sejati itu benar-benar ada.Gimana?”
“Baik. Jika dia muncul dihadapanmu sekali saja maka aku akan percaya kalau cinta sejati itu benar-benar ada,” jawab Marco. “Tapi sekarang jangan ikuti aku lagi!”
“Oke!”
Aku berhenti mengejar Marco dan menoleh ke kanan dan kiriku. Aku bingung dimana aku berada. Dengan bertanya, akhirnya aku sampai di rumah.
……………………..

Besoknya di sekolahku ada kejadian menghebohkan. Ada seorang gadis yang pindah ke sekolah kami. Kata teman-temanku gadis itu sangat cantik tapi karena aku bukan type cowok yang suka mengejar gadis, aku tidak mempedulikannya.
Aku dengan malas mendengarkan teman-temanku membicarakan gadis itu. Saat sampai di depan pintu kami berpapasan dengan guru kami, yaitu : Pak Halim. Pak Halim bersama seorang gadis di belakangnya.
“Hallo pak!” sapaku. “Gimana lukisannya?”
“Baik,” jawab pak guru. “Kebetulan sekali saya melihatmu Josh. Kamu kan ketua kelas, tolong nanti antar anak baru ini untuk keliling sekolah,” suruh Pak Halim.
“Oke Bos!” Aku menaruh tanganku di samping wajah seperti saat menghormat pada bendera merah putih.
“Kalau gitu kenalkan, ini Marisa,” kenal Pak guru dengan gadis yang ada di belakangnya. Gadis itu bergerak ke samping pak guru dengan malu-malu.
“Marisa, ini Josh. Dia ketua kelas.” Pak Halim memperkenalkan Josh ke anak baru itu.
Aku yang masih terkejut melihat gadis itu hanya bisa tersenyum. Bagaimana tidak kaget, gadis itu yang aku lihat di bemo. Gadis itu yang selalu aku impikan. Melihatnya sekali lagi membuatku yakin kalau gadis itu cinta sejatiku.
“Ada apa Josh?” tanya pak guru yang melihatku terbengong memandang Marisa.
“Tidak ada apa-apa pak,” jawabku dengan tersipu malu.
Sementara itu di belakangku, teman-temanku pada cari perhatian gadis itu. Aku yang mengetahui hal itu menjadi kesal.
“Maaf, Pak! Saya masuk dulu!” Aku masuk kelas dengan cemberut.
“Hai, Josh!” sapa Marco yang melihatku. “Tumben mukamu cemberut!”
Aku senang melihat marco. Aku segera saja menceritakannya pada Marco.
“Co, kamu lihat gadis di depan itu?”
“Iya, lihat, kenapa?” tanya Marco bingung.
“Gadis itulah yang kemarin aku lihat. Dia gadis yang aku bilang cinta sejatiku. Ternyata dia benar-benar muncul di hadapanku. Kami memang berjodoh,” ujarku dengan senang sambil menatap wajah gadis itu.
“Mana mungkin ada kebetulan seperti ini. Apa kamu tidak salah mengenali orang?” tanya Marco masih tidak percaya.
“Aku yakin 100 persen kalau dialah cinta sejatiku,” jawabku masih dengan tersenyum. “Dia memang gadis yang diciptakan untukku. Aku takkan melepasnya walau dunia kiamat sekalipun.”
“Gila kau! Kubilang hentikan mimpimu! Gadis itu bukan milikmu. Aku yakin dia sudah ada yang punya. Walau kamu yakin seyakin-yakinnya kalau dia cinta sejatimu, namun kamu tidak akan bisa mengubah perasaannya padamu. Bagaimana kalau dia tidak menyukaimu?”
“Aku…aku tidak tahu…” ujarku polos. “Tapi yang aku tahu dialah gadis yang selama ini aku nantikan.”
“Dasar bodoh!” maki Marco.
“Memang aku bodoh,” jawabku.
…………………………..

Dua tahun kemudian, di sekolahku ada pesta kelulusan. Selama dua tahun aku mengejarnya. Akhirnya tiba waktunya bagi kami berdua untuk berpisah.
“Hai, Josh!” sapa Mikhael. “Ayo, kita foto bersama!”
“Baiklah!”
Aku berfoto bersama teman-temanku secara bergantian. Aku memang anak yang cukup populer. Aku yakin tidak seorangpun di kelas yang tidak mengenaliku bahkan satu sekolah. Selain aku tampan, pintar, aku juga jago melukis. Lukisanku menjadi juara nomer satu sejatim.
“Hai!” sapa seorang gadis yang ada di belakangku. Aku menoleh dan melihat gadis itu. Dia memakai gaun putih. Dia terlihat cantik.
“Kau cantik!” pujiku. Dia hanya tersenyum.
“Mereka ingin foto bersamamu,” ujarnya sambil menunjuk ke arah anak-anak kelas 3A yang sedang bergerombol.
“Baiklah!” ujarku sambil tersenyum. “Tapi apa boleh aku nanti foto hanya berdua denganmu?”
Dia memikirkannya. Sambil menunggu jawaban darinya, aku menatap wajah gadis itu. Aku berharap bisa menatap gadis itu selamanya, namun kurasa Tuhan berkata lain.
Setahun yang lalu aku ditolaknya. Kenangan itu masih melekat di hatiku. Aku tidak pernah melupakan rasa sakit di hatiku. Sejak itu aku berusaha melupakan mimpiku. Aku mengatakan pada diriku cinta sejati itu tidak pernah ada. Itu hanya ilusi. Tapi hatiku benar-benar tidak bisa melupakannya.
Aku masih berharap dia menerimaku suatu saat nanti. Namun aku harus sadar itu hanyalah mimpi. Dia tidak pernah akan menyukaiku.
“Lupakan!” ujarku akhirnya setelah puas menatap wajah gadis itu. “Ayo, kita berfoto bersama!”
Aku dan dia akhirnya bisa berfoto bersama-sama walau jarak kami jauh. Setelah beberapa jepretan, aku minta undur diri. Aku merasa hatiku hancur. Melihatnya tanpa bisa menyentuhnya membuatku benar-benar sakit.
“Yah, tidak seru deh!” ujar temanku, Miki. “Tanpa kamu, foto terasa ada yang kurang.”
“Aku juga harus foto dengan teman-teman sekelas. Bagaimanapun aku bukan bagian dari kelas kalian,” ujarku pada Miki. “Nanti mereka bakal membunuhku jika aku terus-terusan disini.”
“Bukannya kamu lebih senang dikelas ini daripada di kelas 3B,” goda Marco.
Aku hanya tersenyum mendengar godaan Marco.
“Benar juga. Kamu lebih sering di kelas 3A daripada di kelas 3B,” dukung Ruben.
“Itukan karena Marco ada di kelas 3A,” jawabku, sama sekali tidak terpancing oleh godaan mereka. Aku tahu hampir semua anak di sekolah yang tahu kalau aku naksir Marisa. “Lagian kebanyakan sahabatku masuk kelas 3A.”
“Masa sih,” goda Alex. “Bukan karena ada Marisa di kelas 3A.”
“Jangan gitu dong,Lex,” ujar Marissa tersipu malu.
“Siapa bilang?” ujarku mengelak. “Aku sudah tidak mempedulikan Marisa lagi. Buktinya aku sudah tidak mengejarnya lagi kan.”
“Itu kan karena kamu di tolaknya. Coba kalau kamu tidak di tolak, kamu pasti masih berpikir kalau dia cinta sejatimu,” ujar Marco. “Siapa yang bilang kalau di dunia ada cinta sejati?”
“Kau benar, aku yang salah,” ujarku dengan sedih. “Di dunia ini untuk menemukan cinta sejati sangatlah sulit. Tidak ada yang tahu seperti apa cinta sejati kita. Tapi aku tetap yakin di dunia ini masih ada cinta sejati. Walau bukan untukku.”
“Josh!” hibur Marco sambil memegang bahuku.
“Lupakan! Aku harus kembali ke tempatku. Selamat tinggal,” ujarku meninggalkan mereka tanpa melihatnya.
Pesta perpisahan kami berjalan lancar. Namun ada pertemua akan ada perpisahan. Sudah waktunya pesta ditutup. Pesta ditutup dengan foto bersama masing-masing kelas.
Setelah pesta selesai kami pulang ke rumah-rumah masing-masing. Dengan perasaan belum tertata rapi aku meninggalkan sekolah itu. Aku menatap sekolah yang telah mengajariku selama tiga tahun, yang telah memberikan kenangan yang tidak akan kulupakan, dan hanya akan menjadi kenangan di dalam hati, untuk terakhir kalinya.
“Selamat tinggal sekolah terbaik yang pernah aku miliki. Selamanya aku tidak akan melupakan waktu yang telah aku lewati bersamamu. Masa-masa yang akan aku ingat sepanjang hidupku,” ujarku dalam hati. Saat menoleh, mataku bertemu dengan matanya. Marisa menatapku dengan sedih. Aku tidak pernah tahu apa yang dia rasakan saat itu karena aku pergi meninggalkannya tanpa pamit padanya.
Di hatiku selamanya cinta sejati hanya impian. Aku tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depanku tapi aku yakin itu yang terbaik untuk kami semua. Aku harus terus maju walau aku jatuh sekalipun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar